Kamis, 27 Februari 2014

GADIS COKELAT





Pelangi masih membentang di ujung langit sore. Bau khas daun basah merebak diantara desir angin hantarkan sang waktu pada senja nan syahdu. Lelaki berlesung pipi itu menghela nafas panjang. Sudah tiga hari ini sepucuk surat bertinta biru mengubahnya menjadi pendiam.
Sungguh ia masih ingin menikmati hari-hari kebersamaan. Tapi belum saatnya kejadian ini hadir, Nania sudah terlanjur memutuskan.
“Maaf kita putus.” Begitu bunyi pesan Nania pada baris terakhir.

***

“Si Gadis Cokelat ya? Cantiknyaa!” seru Gun saat Rio mengklik album foto adik angkatnya di facebook.
“Iya. Gadis cokelat yang cantik! Tapi…”
“Tapi kenapa ?” ucapan Rio membuat Gun penasaran.
“Ng… enggak. Udah lama gue enggak ada yang nawarin sebatang cokelat. Gue cuma mau tahu kabarnya, syukurlah dia baik-baik saja.”
“Oooh, cinta terpendam nih ceritanya ?” ledek Gun.
That’s impossible! Biarpun gue dan Nania saudara angkat dan sah-sah saja berhubungan layaknya orang pacaran, tapi gue udah anggap dia adik sendiri, Bro. Jauh sebelum Papa Anwar meninggal,” tegas Rio.
“Oke. Kalau begitu gue aja yang pacarin dia, ya! Gimana?” 
Rio termenung sesaat. Bagaimana ia harus menceritakan pada sahabatnya tentang kondisi Nania yang sesungguhnya? Sejak menjadi yatim piatu keberadaan Nania menjadi sengketa tersendiri di keluarga besar orangtuanya. Seringkali Nania tidak pulang ke rumah demi menghindari para Om dan Tante yang ingin menguasai semua peninggalan Papanya.
Sebagai anak adopsi di keluarga itu Rio tidak punya hak apa-apa. Kalaupun ia disuruh hengkang dari showroom mobil, perusahaan yang diamanatkan papa angkatnya dulu, ia akan menurut saja. Yang penting Nania. Tidak ada satu orang pun yang boleh menyakitinya.
Tapi sudah lima bulan ini Rio baru merasa kehilangan.  Serbuk haram telah menggerogoti tubuh adik angkat tersayangnya itu. Kini Nania menggantungkan hidupnya pada narkoba.
“Serius lo, mau pacarin dia?” tanya Rio pada Gun.
“Ya seriuslah, apa tampang gue ini kurang meyakinkan?”
“Dia ‘pemakai’, Bro…” ungkap Rio pelan.
Glekk! Gun tercenung sesaat. Lalu tersenyum lebar menampakkan lesung pipinya.
So what Bro? Kan kita bisa kirim dia ke tempat rehabilitasi.”
Rio hanya menggelengkan kepala. Tak pernah terpikirkan menyerahkan Nania ke tempat yang disarankan sahabatnya itu. Sungguh, ia menyayangi Nania seperti adiknya sendiri.
“Terserah deh. Gue percaya lo, Bro!”

***

Nania menyambut Gun dengan segenap hati. Tak ada yang diragukan dari cinta lelaki berlesung pipi itu. Hari-hari menjadi berubah warna baginya. Terkadang bagai angkasa malam yang selalu bertabur bintang, kadang pula seperti bumi yang berlimpah sorot purnama. Hanya satu kata untuk suasana hati Nania sejak Rio mengenalkan Gun beberapa waktu lalu.  Indah.
Hingga suatu hari saat mereka berbincang dalam mobil. Sementara Gun berada di depan kemudinya, Nania tak sengaja melihat foto pengumuman sebuah acara di smart phone kekasihnya.
“Kamu mau ngapain?” Nania memperlihatkan tulisan di layar smart phone.
“Biasaaa. Kopdaran sama temen-temen,” jawab Gun santai. Dalam benak ia berpikir mungkin kini saatnya menyadarkan Nania.
“Mm, maksud kamu?”
“Ya, selain sebagai karyawan, aku kan juga seorang Blogger.”
“Trus apa hubungannya Blogger sama…” Nania menghentikan kalimatnya. Lidahnya mendadak kelu.
“Kenapa? Kok kayak orang bingung? Jelas-jelas ini tertulis PERAN BLOGGER REPORTER DALAM MEMBERANTAS PENYALAHGUNAAN NARKOBA,” Gun coba menangkap gelisah di raut wajah Nania.
“Kamu ikut ya?” ajak Gun mencairkan suasana.
Nania menggeleng cepat, “Oh, aku kan bukan Blogger!”
“Nggak masalah. Yang penting kan informasinya. Sekarang itu peredaran narkoba sudah merajalela. Banyak korban di mana-mana. Tua, muda, remaja, bahkan anak-anak. Apalagi yang sudah kecanduan. Tinggal tunggu over dosis, malaikat maut dateng deh!” pancing Gun dengan nada bercanda.
Nania menyembunyikan wajah gusar dengan terus mengutak-atik smart phone kekasihnya itu. Sungguh, ia tak mau Gun tahu!
“Kasian ya kalau sampai over dosis. Biasanya para pemakai itu hanya ingin terbebas dari masalah yang mengekang hidupnya,” ucap Nania lirih tanpa mengangkat wajah.
“Itulah ironinya. Mereka tidak berpikir panjang bahwa dengan mengonsumsi narkoba justru masa depannya sedang terancam. Lihat berapa banyak sudah orang mati sia-sia? Masyarakat juga banyak yang belum tahu. Bahwa orang-orang yang sudah kecanduan itu seharusnya dibawa ke rehabilitasi untuk disembuhkan. Bukan ke kantor polisi untuk dipenjara.”
“Apa bisa sembuh?” tanya Nania serius. Gun mengangguk pasti.
“Harus bisa!” tegas Gun singkat.
“Tapi aku nggak bisa…” ucapan Nania yang melemah membuat Gun menghentikan mobilnya di tepi jalan.
“Ada apa Nania?” tanya Gun pelan.
“Aku nggak ngerti ya! Aku kok merasa kamu sedang menyudutkan aku.”
“Loh, siapa yang menyudutkan kamu? Dari tadi kan kita bahas acara bareng temen-temen Bloggerku.”
Nania terdiam. Rautnya berubah emosi. Pandangannya tajam mengarah ke terotoar jalan. “Aku pemakai, Gun. Tapi jangan paksa aku untuk berhenti!”
Gun tertunduk sadar. Terntata belum saatnya ini dibicarakan. Ia hanya tidak ingin Nania semakin bergantung pada obat terlarang itu.

***
Sore semakin mendung. Gun masih memandangi kertas bertinta biru itu. Wajahnya nampak murung. Beberapa detik kemudian dia meremas kertas itu. Baru saja akan dilemparnya remasan kertas itu ke ranjang sampah. Tuba-tiba terdengar suara berseru.
"Tunggu....!" tampak Rio berlari ke arahnya.
“Gue harus menghargai keputusan Nania, Bro! ” suara Gun bergetar. Remasan kertas tadi dilemparkannya ke Rio.
Rio menangkap dengan sigap. "Serius lo, Bro?"
Gun tercenung. “Entahlah. Mungkin memang cara gue yang salah!”
“Hahaa… gue baru tau lo bisa mellow juga, Bro. Nih, ada titipan cokelat. Ada suratnya pula. Bacalah!” gantian Rio kini yang melempar.
Gun membukanya dengan setengah heran.

Hai, Gun. Apa kabar?
Ini cokelat buatmu. Terimakasih sudah membuatku tersadar.
Bersamamu aku utuh!

Love,
Nania

Oh, my Goodness!” Gun mengecup surat Nania.
“Dia ada di RSKO,” seru Rio tanpa ditanya.
“Oke, gue ke sana dulu ya, Bro!”
“Sip!”
***


Rabu, 26 Februari 2014

DISKUSI NARKOBA (Antara Kopdar dan Tersadar)






Sabtu, 22 Februari 2014. Ajakan menghadiri forum diskusi narkoba dari sahabat maya –satu dari sekian banyak teman di sebuah grup menulis online yang akhirnya merambat sampai ke dunia Citizen Journalism- ini awalnya sempat membuat ragu karena cuaca Jakarta yang sedang tak bersahabat. Bahkan seringkali membuat badmood. Khawatir serba repot karena ditempuh dengan angkutan umum pun terbentur kemacetan yang parah. Mengendarai motor, berjas hujan pun tetap basah kuyup karena beberapa hari ini hujan bersanding dengan angin kencang.
Namun mengingat ‘silaturahim’ –atau dalam bahasa blogger disebut KOPDAR- itu memanjangkan usia, belum lagi pahala lain yang Tuhan janjikan bagi siapapun yang menolong sesama, entah wujud pahalanya seperti apa, toh sebagai orang beriman tak ada gunanya mempertanyakan kredibilitas Tuhan dalam urusan pahala. Pasalnya, sahabat maya yang satu ini adalah seorang reporter sebuah media ternama di kalangan BMI Taiwan dan tinggal jauh di pelosok Cianjur. Perjalanan dari rumahnya ke terminal di Jakarta saja sudah memakan waktu 5 jam lebih. Belum lagi perjalanan menuju tempat acara. Jadi, memudahkannya untuk sampai di lokasi seminar adalah amal kebaikan bagi siapapun yang bisa menolongnya. Akhirnya, sirnalah semua ragu yang sedari tadi sempat bersarang dalam pikiran. Hujan, ya nikmati saja. Apalagi cuma ke daerah Pondok Gede yang masih satu wilayah dengan Cijantung. Ibarat sambil memejamkan mata, kurang dari setengah jam pun  bisa sampai. Naik Taksi maksudnya. Plus kalau tak macet pula.




Dan sepatutnyalah silaturahim itu tetap terjaga. Meski melaluinya hanya dengan menghadiri seminar demi seminar. Hanya dengan mengendarai motor jadul dan bekal percaya diri serta niat memperoleh wawasan atau informasi terbaru seputar negeri ini. Yang terpenting adalah: semuanya itu berangkat dari pertanyaan dalam hati, “Apa isi goodiebagnya nanti?” eh salah, “Apa yang bisa kami tulis sepulang seminar nanti?” Karena dengan cara inilah kami mengabdi. Menuangkan ide, gagasan, pemikiran dan renungan dalam bentuk karya tulisan. Berharap pembaca mendapat pencerahan ataupun sekedar berbagi wawasan. Syukur-syukur bisa memberi inspirasi mengenai hal-hal kebaikan.
 Setibanya di Restoran ‘Mie Ceker’ Bandung, Jl.Pondok Gede Raya No.9, kopdar pun dimulai. Sudah hadir di sana para bloger –yang terhimpun dalam Asosiasi Blogger Reporter Indonesia (BRID)- dari berbagai wilayah jabodetabek hingga Bandung. Tak ketinggalan Bapak Thamrin Dahlan selaku senior di komunitas BRID yang telah menjembatani forum diskusi ini dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Dalam artikelnya yang lebih dulu tersiar di kanal berita online Kompasiana sebelum acara dimulai, Bapak Thamrin Dahlan yang juga seorang pensiunan BNN mengutarakan tujuan mulia diadakannya forum diskusi ini adalah untuk meningkatkan peran Blogger (komunitas BRID) dalam menyumbangkan dharma baktinya pada Negara sehubungan dengan pemberantasan narkoba. Maka kontribusi positif ini perlu disinergiskan dengan BNN yang secara kebetulan memiliki program kerja berupa penulisan 10.000 halaman terkait masalah narkoba.
Hadir sebagai pembicara, Bapak Drs. Gun Gun Siswadi M.Si. dari Direktorat Diseminasi Informasi BNN  yang memaparkan informasi seputar dunia narkoba. Mulai dari semarak peredarannya, bahaya pemakaiannya, dampak negatif, sampai ajakan untuk aksi pencegahannya.
“Saya berharap para Blogger bisa menjadi bagian dari upaya penyebaran informasi bahaya narkoba yang kasusnya selalu meningkat dari tahun ke tahun,” tegas Pak Gun penuh semangat.
Berbincang seputar narkoba memang selalu membuat miris. Dua puluh tahun yang lalu mungkin Indonesia hanyalah negara transit dalam pengedarannya di lingkup internasional. Kini Negara kita sudah menjadi produsen dan konsumennya sekaligus.
 Dua puluh tahun yang lalu juga, banyak mahasiswa yang sudah dibekali informasi bahaya penyalahgunaan narkoba langsung dari mantan pecandu yang sukses melalui masa rehabilitasinya. Sempat terpikir bahwa selaku pribadi yang peduli dengan bahaya laten ini, sudah tuntas peran aktif  saya untuk gerakan anti narkoba ini. Ternyata belum. Justru perkembangannya kini makin tahun makin semarak.
Penjelasan Pak Gun tentang data para tersangka narkoba begitu menakjubkan. Membuat siapapun tersadar untuk mengambil peran. Dan hal inilah yang memicu para Blogger untuk mengkampanyekan anti narkoba semaksimal mungkin. Bagaimana tidak? Satu pun lini masyarakat tak ada yang luput dari tindakan menyimpang ini. Baik dari aspek wilayah, usia, pendidikan, pekerjaan, maupun jenis kelamin.
Di Indonesia tak ada satupun wilayah yang bebas dari jerat narkoba. Begitu pula kelompok usia kanak, remaja, dewasa, hingga orangtua. Di lini pendidikan, pelajar SMA dan Mahasiswa adalah pengguna terbanyak. Jelas ini mengancam punahnya generasi penerus Bangsa karena setiap tahunnya 50 jiwa (usia muda) melayang akibat over dosis.
“Kita akan canangkan Indonesia 2015 bebas narkoba!” jelas Pak Gun optimis disambut tepuk riuh forum mendukung penuh rencana tersebut.

Tentu hal ini membutuhkan peran aktif seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkannya. Selama ini BNN sudah mengupayakan penyuluhan di berbagai media, diantaranya instansi pendidikan, media televisi dan media masa konvensional. Kini saatnya merangkul lapisan warga jurnalis untuk menggencarkan pemberantasan penyalahgunaan narkoba melalui tulisan. Sukses buat BRID dan BNN!

 Cijantung, 25 Februari 2014

Selasa, 25 Februari 2014

Mas Bajigur yang Mengesankan

Baru "ngeh" kalo sekarang tukang bajigur beredarnya mulai jam sepuluh pagi deh.. padahal saat usiaku belasan tahun sering disuruh ibu membeli bajigur setelah aku selesai mandi sore. Kira-kira jam 4-an lah..
Sekarang, saat mengantar anakku sekolah masuk jam 09.30 pagi, Tukang bajigur sudah siap mendorong gerobaknya. Entah kenapa tiba-tiba kepingin banget membelinya. Kulihat sudah banyak pembeli yang mengantri. Sambil menunggu dilayani, kucoba mengajak si Mas penjualnya ngobrol sedikit.

"Jaman saya kecil dulu, bajigur kelilingnya sore loh, Mas!"
"Iya... sama.. saya juga waktu kecil ngalamin itu Mbak."
"Sekarang jam sembilan pagi udah keliling ya?"
"Ya Mbak, lagian lebih enak, jadi bisa pulang cepat. Nggak perlu sampe gelap sudah selesai dagangnya."
"Emang nggak dilanjut aja sampe malem, Mas? kan banyak yang cari minuman hangat plus rebusannya itu," aku menunjuk tumpukan pisang, ubi dan singkong rebus.
"Yah, capek Mbak.. keliling dorong gerobak, apalagi di Cijantung sini jalanannya naik turun. Alhamdulillah sampai rumah bisa jam 1 atau jam 2 siang, istirahat sebentar, trus bersih-bersihin Masjid sekalian azan Ashar, Maghrib dan Isya."
"Ooooh..."
"Mau dapet rezeki sebrapapun terserah Allah.. yang penting saya sudah berusaha, Alhamdulillah cukup buat makan anak dan istri saya di rumah."
"Iya ya Mas... yang penting semangat terus!" 


Sesampai di rumah, aku masih melamunkan ucapan Mas Bajigur tadi. Dia aja yang cuma tukang Bajigur bisa menyempatkan waktunya buat mengurus Masjid? artinya, di sela-sela urusan dunianya, Mas Bajigur bisa mengatur waktu buat  urusan Akhirat.
Kenapa aku tidak?
Ah, aku kan perempuan... Masa ngurus Masjid? Ladang akhirat buat ibu rumah tanga seperti aku ya di rumah sajalah. Menjaga anak-anak, melayani suami dan bersosialisasi dengan masyarakat. Satu lagi: Aku mau jadi penggiat INDONESIA 2015 BEBAS NARKOBA.
Ahaaa! ^_^

BUDAYAKAN MEMBACA DAN MENULIS SEKARANG!



Membaca adalah bagian dari aktivitas otak kiri yang dapat meningkatkan kecerdasan individu bila dilakukan secara kontinyu. Hal ini terbukti pada saat seorang siswa mengalami kenaikan kelas. Logikanya, bagaimana mungkin mereka bisa naik kelas kalau tidak memiliki kemampuan membaca materi pelajaran dengan baik? Karena itulah membaca perlu dijadikan sebagai budaya. Sama halnya dengan budaya lain yang berpengaruh positif seperti berjilbab di luar rumah atau sholat berjama'ah di masjid. Karena budaya yang positif tentu akan membentuk satu pribadi yang mulia baik di sisi manusia maupun Sang Pencipta.
Permasalahannya adalah bagaimana cara menumbuhkan minat baca pada anak, sehingga menjadi budaya yang mendukung perjalanan mereka menjadi manusia cerdas?
Masa belajar di usia sekolah yang tengah dilalui anak-anak merupakan peluang emas untuk merangsang minat baca mereka sejak dini. Otomatis buku pelajaranlah yang kerap dilahap sebagai bahan bacaan utama. Untungnya, kini tampilan sampul (cover) buku paket pelajaran di sekolah sangat menarik dari segi gambar dan warna. Hal ini sangat efektif guna memicu minat baca anak meski baru berupa buku pelajaran. Dengan alasan itulah perlu diterapkan kepada para orang tua untuk menyampul buku paket pelajaransekolah dengan plastik bening, agar anak-anak selalu mengarahkan pandangannya pada cover buku tersebut untuk kemudian tertarik mengambilnya diantara tumpukan buku, lalu membuka-buka dan akhirnya mau membaca.
Cara lain yang bisa memancing ketertarikan anak untuk membaca adalah dengan mengkomunikasikan isi buku melalui cerita yang menggugah keinginan anak untuk berburu buku yang dimaksud. Hal ini dilakukan bila kita ingin anak-anak membaca buku di luar buku-buku pelajaran. Misalnya sejarah nabi, penemu teknologi, kamus bahasa ataupun peta dunia.
Selain itu, mencontohkan kebiasaan membaca di hadapan anak oleh para orang tua di rumah dan guru di sekolah juga dapat berpengaruh besar. Melalui penyediaan ruang perpustakaan yang nyaman dan bersahabat, dengan sendirinya anak-anak akan merasakan bahwa selain bermanfaat, membaca juga merupakan kegiatan yang nikmat dan mengasyikkan.
Bertolak belakang dengan kemajuan teknologi masa kini yang cenderung mengarahkan anak-anak pada aktivitas otak kanan seperti menonton, bermain, berkreasi dan berimajinasi. Kegiatan membaca sejatinya menjadi penyeimbang, sehingga fungsi kedua belahan otak (kiri dan kanan) dapat bekerja secara maksimal. Bila tidak, maka tujuan pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa akan sulit tercapai.
Selain membaca, menulis pun memiliki peran dalam meningkatkan kecerdasan individu. Karena itulah pembuatan karya skripsi atau tesis menjadi syarat kelulusan seseorang dalam mencapai level tertentu di sebuah perguruan tinggi. Sebagaimana pepatah mengatakan, "Bila kuda tak mau lepas, maka ikatlah ia!" Dan bila bacaan tak mau hilang, maka tulislah ia! Artinya, kegiatan membaca dan menulis merupakan dua mata rantai yang saling menguatkan, yakni sama-sama mengantarkan seseorang pada tingkat intelektual serta meninggikan kedudukannya sebagai anak Bangsa.
Untuk itu, menumbuhkan minat menulis pada anak tentunya membutuhkan kiat (cara-cara) tersendiri, juga peran aktif dari orang tua dan guru selaku pendidik. Mengadakan ekskul di sekolah yang berisi tentang ilmu-ilmu kepenulisan sederhana pada anak bisa dijadikan sebagai langkah awal.
Selanjutnya pihak sekolah dapat menindak lanjuti dengan menyemarakkan lomba majalah dinding atau lomba menulis dengan mengambil tema peringatan hari-hari tertentu seperti misalnya Surat Untuk Rasulullah, Sosok Kartini Modern, atau pula lomba puisi bertema kepahlawanan. Bila perlu, lomba menulis di kalangan siswa-siswi SD/MI diadakan secara rutin dan berkesinambungan. Karena perlombaan antar sekolah/madrasah yang selama ini diadakan belum sepenuhnya bersifat menumbuhkan budaya menulis dan membaca pada anak.
Dan kini saatnya pihak sekolah mempertimbangkan secara serius wacana yang penulis paparkan di atas, dengan membudayakan kegiatan menulis dan membaca sekarang! Demi mendukung cita-cita kemerdekaan dalam menciptakan kemajuan Bangsa. Karena Bangsa yang maju adalah Bangsa yang memiliki budaya membaca dan menulis yang tinggi.