“Bangsa
yang cerdas adalah bangsa yang mampu memandang persoalan negara sebagai tantangan demi mewujudkan kehidupan bermasyarakat
yang lebih baik.”
Indonesiaku
Oh Indonesiaku…
Persoalan bangsa yang mencuat di awal
abad ke-20 ini disinyalir akibat percepatan arus globalisasi yang kurang
memberi kesempatan pada kita untuk melakukan penataan diseluruh aspek
pembangunan. Hal ini tentu saja
menimbulkan ketimpangan baik di bidang ekonomi, sosial, pendidikan, budaya
serta lingkungan.
Satu dari sekian masalah tersebut
adalah fenomena kenaikan BBM yang mendorong kebijakan pemerintah untuk menyalurkan
subsidi. Meski menuai kontroversi diberbagai pihak namun keputusan itu tetap
dijalankan mengingat kebutuhan masyarakat akan BBM sangat tinggi.
Namun
realitanya penerapan BBM bersubsidi
di lapangan mengalami banyak penyalahgunaan. Pasca kenaikan, konsumen BBM non subsidi
berbondong-bondong mengganti bahan bakar kendaraannya karena selisih harga yang
cukup drastis. Anggaran belanja negara untuk BBM bersubsidi pun membengkak demi
memenuhi kebutuhan konsumen yang meningkat sehingga kuota untuk sektor yang
lain berkurang seperti sektor pendidikan, kesehatan juga sarana dan prasarana
transportasi.
Add caption |
Di bidang pendidikan, walaupun SPP gratis, masih kita temui
keluhan masyarakat yang merasa terbebani dengan biaya masuk sekolah. Sedangkan di
dunia kesehatan seringkali kejadian masyarakat tidak dilayani sebagaimana
mestinya. Begitupun dengan sarana dan prasarana transportasi yang membuat
masyarakat terganggu akibat jalanan rusak. Kondisi inilah yang pada akhirnya
menurunkan tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Semoga gambaran di atas dapat segera tersudahi demi
membangkitkan kepercayaan masyarakat pada sang pemutus kebijakan di negeri kita
tercinta ini.
Eksistensi Pertamax
Dan
di tengah-tengah kondisi memprihatinkan di atas, Pertamax sebagai BBM non
subsidi tetap eksis sejak keberadaannya di awal tahun 1999 dengan cara yang menakjubkan.
Baru tersadar oleh saya ketika berada di SPBU Pertamina. Kini posisi Pertamax
ditata bersebelahan dengan BBM bersubsidi. Saya seperti diajak merenungi
pemandangan ini. Bahwa bicara BBM berkualitas tidaklah melulu berkaitan dengan
harga sehingga hanya kendaraan mewah saja yang mengonsumsinya. Tetapi lebih
kepada kebutuhan naluri sebuah kendaraan yang ingin tampil dengan performa
prima. Belum usai dengan perenungan ini, saya kembali merasa takjub ketika
menyaksikan beberapa pengendara motor memilih Pertamax sebagai bahan bakar
kendaraannya. Bahkan sesekali saya lihat diantara mereka ada yang berseragam
sekolah. Kondisi tersebut membuktikan bahwa keberadaan Pertamax perlahan mulai
akrab di hati banyak orang sehingga terus melakukan upaya agar mudah dijangkau
oleh kalangan manapun.
Pertamax dan prinsip hidup yang terkandung di dalamnya
Sosialisasi Pertamax yang secara gencar meraih simpati konsumen menurut saya adalah upaya
pertamina untuk menyeru masyarakat akan besarnya manfaat Pertamax bagi
kendaraan. Mesin menjadi awet, biaya
service berkurang, bebas asap beracun, menyehatkan lingkungan, dan bila
mencapai target konsumen yang meningkat akan meringankan beban pemerintah dalam
anggaran belanja Negara. Kesan ‘mahal’ Pertamax pun akan pupus dengan
sendirinya. Yang tersisa di benak masyarakat hanyalah sisi positif saat
menggunakannya dalam jangka panjang.
Apa sisi
positifnya?
Pertamax
dengan kualitas prima yang terkandung didalamnya ternyata memiliki beberapa prinsip
hidup dan patut kita implementasikan dalam kehidupan.
1.
Efektif dan Efisien
Berangkat dari konsep hemat yang disuarakan
oleh Pertamax, tidak jarang para pengguna BBM non subsidi ini menjadi efektif
dan efisien dalam berkendara. Tidak menggunakan kendaraan pribadi bila jarak
dan waktu tempuh perginya hanya sedikit. Sejuta orang saja berpikiran sama,
maka terbebaslah negeri kita ini dari kemacetan kota.
2.
Berkarakter
Keberadaan Pertamax tidak pernah terpengaruh
oleh kondisi politik dan sosial yang bergejolak. Dengan tetap memasang harga tinggi,
Pertamax selalu mengutamakan kepercayaan masyarakat akan kualitasnya bagi
kendaraan bermotor.
3.
Kesetaraan
Pertamax kini hadir dengan imej yang berbeda.
Masyarakat ekonomi bawah, menengah dan atas, sama-sama berkepentingan
memperoleh manfaatnya. Seperti halnya seorang muslim calon jama’ah Haji. Tidak
ada istilah kaya dan miskin dalam data calon haji yang hendak berangkat ke
Mekkah. Yang penting memahami ajaran agama dan berusaha untuk mampu memenuhi
biaya yang harus dibayarnya.
4.
Cerdas
Tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat
yang utuh melalui penggunaan Pertamax dalam jangka panjang, secara otomatis akan
mengurangi beban subsidi yang dilakukan pemerintah. Anggaran belanja dapat
dialokasikan ke sektor yang lebih penting lainnya.
5. Penyelamat
Menggunakan Pertamax berarti menyelamatkan
dana pemerintah untuk dialokasikan ke tempat yang lebih utama. Sehingga
berimbas pada peningkatan pelayanan kesehatan, beasiswa pendidikan, seragam
sekolah gratis, jalan raya yang bebas macet dengan udara bersih serta
menyehatkan. Alam pun tetap lestari dan mampu bersinergi secara maksimal untuk
menghasilkan materi yang dibutuhkan umat manusia.
Berdasarkan uraian di atas, saya ingin menyampaikan bahwa kehadiran
Pertamax sudah semestinya kita pandang sebagai solusi menuju kehidupan bangsa
yang lebih baik. Pemahaman utuh masyarakat dalam penggunaan Pertamax adalah
pembelajaran hidup yang pada akhir prosesnya nanti akan menuai kebaikan. Bagaimana
tidak? Secara sosial Pertamax telah mampu merangkul seluruh lapisan masyarakat.
Saya optimis, pembangunan ekonomi perlahan dapat membuahkan hasil karena BBM
yang merupakan‘produk dalam negeri’ ini akan menjadi sangat produktif. Bila
kondisi ini sudah stabil, maka kepercayaan masyarakat kepada pemerintah pun akan
bangkit kembali. Semoga wacana di atas dapat terealisasi dan menjadi wajah baru
Indonesia kita nantinya. Karena Indonesia baru bersama Pertamax memang hadir
untuk kehidupan yang lebih baik.