Rabu, 26 November 2014

Bea Cukai Dulu, Kini dan Nanti (Sebuah Catatan Tentang Reformasi Birokrasi yang Terealisasi)

 


Saya (paling kiri) dan teman-teman BRID
“Hm… it’s so exclusive!”
Adalah kalimat pertama yang terucap di hati ketika dua unit mini bus milik Bea Cukai meluncur membawa kami dari Blogger Reporter Indonesia (BRID) ke area kargo Bandara Soetta pada Selasa, 18 November 2014 lalu. Lengkap dengan supir dan pengawal yang berseragam dari instansi bersangkutan. Wilayah yang tidak sembarang orang bisa masuk. Pengawasan dan pengawalan selalu diterapkan. Dimana-mana terlihat orang berseragam biru tua.
“Uh… it’s so friendly!”
Adalah kesan kedua saya setelah memasuki gedung kantor yang sudah mendapat predikat modern karena pelayanannya yang prima. Banyak staf dengan beragam aura bijak yang sepertinya menjunjung profesionalisme tugas, tetapi begitu hangat dan ramah menyambut kami yang jalan bergerombol dan bermimik serupa. Takjub!
Dan kesan selanjutnya hingga seterusnya tentang kantor modern ini adalah,  
“Woww... it’s so cool!” 
Ruangan yang memberi kesan akrab dan setting panggung dengan home band yang keren berkostum Bea Cukai. Siap menyampaikan banyak hal seputar kepabeanan. Ckkckck.. serasa bukan di sebuah kantor pengawasan yang lingkupnya internasional deh! Hehee...                                                                                       

Sambil menikmati hidangan yang sudah terhampar menggoda tangan untuk meraihnya, acara kemudian dibuka oleh MC tanpa seragam Bea Cukai. Nah, ini yang agak aneh. Kok MC-nya malah tak berseragam? Belakangan baru diakui sang MC bahwa seragamnya sudah tak muat lagi. Waahahaa. Belum hilang rasa takjub saat di awal kedatangan tadi kami  disambut juga oleh mbak-mbak cantik berselempang kain emas bertuliskan Brand Ambassador. Lalu menikmati snack pagi dengan iringan home band di atas panggung berseragam Bea Cukai. Kini giliran menemui MC kocak. Hmm, mungkin dia pemenang SUCI Bea Cukai alias Stand Up Comedy Indonesia ala Bea Cukai yaa! 




                                   Diawali dengan sambutan keempat tokoh Bea Cukai diantaranya Bapak Okto dariDirjen Bea Cukai, Bapak Iwan dari Panitia Hari Anti Korupsi, Bapak Sofyan Helmi selaku Kepala SeksiPenyuluhan Layanan dan Informasi. Dan Bapak Jatmiko (Kiko) dari Pusat Unit Pengawasan Pelayanan.
Paparan dari keempat tokoh di atas begitu menarik perhatian saya. Pak Okto yang memperkenalkan seragam baru petugas, Pak Hilmi yang begitu lancar menguraikan aktivitas di lingkungan bandara serta prospek Bea Cukai kedepan. Pak Kiko dengan informasi layanan pengaduan, serta Pak Iwan yang panjang lebar berbagi kisah perjalanan reformasi birokrasi.

 Apalagi pengalaman yang dipaparkan oleh Bapak Iwan selaku panitia Hari Anti Korupsi di KPPBC Soetta. Beliau seringkali mendapat komentar tidak mengenakan dari masyarakat awam seputar image Bea Cukai yang korup, birokratis dan menyulitkan. Padahal sudah sejak tahun 2007 Bea Cukai melakukan gerakan reformasi birokrasi demi perubahan paradigma pegawai agar lebih profesional, berintegritas, transparan, berorientasi pelayanan yang cepat, efisien dan responsive berdasarkan prinsip good governance.

Melalui paparannya yang panjang lebar, Pak Iwan memiliki banyak kisah inspiratif saat berjuang mensosialisasikan reformasi birokrasi di tubuh Bea Cukai melalui radio maupun acara road show bertajuk “Bea Cukai go to campus”
“Ini sudah harga mati!” ucap Pak Iwan tegas terkait reformasi tersebut. Dan beliau menjamin 100 % bahwa para pimpinan di lingkungan KPPBC Soetta ini tidak akan ada yang menjadi aktor korupsi.
Pak Hilmi pun menambahkan bahwa di lingkungan bandara tersibuk di Indonesia ini Bea Cukai telah menata sistem dan prosedur pelayanan untuk meminimalisir perilaku petugas yang tidak bertanggung jawab. Seperti pengadaan ruang CCTV guna mengawasi gerak-gerik petugas yang patut dicurigakan.

Semua pertanyaan rasanya terjawab sudah pasca saya mengunjungi KPPBC di area Cargo Bandara Soetta. Bersyukur saya dapat menghadiri acara yang digelar oleh instansi yang berada di bawah Kementrian Keuangan ini bersama teman-teman Blogger Reporter Indonesia (BRID) sejabodetabek. Kabar miring seputar kinerja birokrasi di dalamnya yang selama ini tersimpan di mindset saya pun berubah seketika.

Kurun waktu selama tujuh tahun ternyata telah berhasil mengantar instansi ini pada wajah dan tampilan baru. Tepatnya sejak digulirkannya iklim reformasi birokrasi sejak tahun 2007 di lingkungan Kementrian Keuangan. Dengan melakukan perubahan di setiap lininya, pihak-pihak terkait menerapkan pembenahan demi terwujudnya akselerasi reformasi. Mulai dari paradigma pegawai mengenai etos kerja, sampai pada tampilan seragam, atribut, serta simbol yang khas mencirikan eksistensinya di jagad kepabeanan.
Sebagaimana yang kita ketahui, Bea dan Cukai berfungsi mengawasi arus keluar masuk barang dengan melakukan pajak (pungutan) yang telah diatur dalam UU Cukai (UU 11/1995 dan UU 39/2007) dan UU Kepabeanan (UU 10/1995 dan UU 17/2006). Pengawasan ini dilakukan sebagai pengontrol agar negara kita terbebas dari hal-hal yang merugikan dan membahayakan.

Setelah memperoleh pembekalan informasi dan edukasi yang menyeluruh tentang kinerja Bea Cukai, maka tour pun dimulai. Pertama-tama kami diajak ke tempat “Control Room” yang berisi ratusan monitor dengan pengawasan ketat. Dari sinilah segala aktivitas di bandara terpantau dengan jelas. Para penumpang dan petugas yang mencurigakan semua dapat diamati. Sayang sekali ruangan ini tidak bisa kami ambil gambarnya karena dilarang oleh Pak Felix, sang kepala ruangan.
Keberhasilan petugas Bea Cukai dalam menangkap para penyelundup pun berawal dari “Control Room” ini. Alhasil, tertangkaplah banyak pelaku yang terbaca melalui trik jitu ala intel Bea Cukai, yakni "Profiling" (pemantauan melalui gerak-gerik dan bahasa tubuh yang mencurigakan).
Untuk itu, setelah mengunjungi tempat "Control Room", kami diajak langsung menyaksikan "Press Conferens" atas penangkapan 5 penyelundup narkoba yang terdiri dari warga negara Vietnam, Iran dan Indonesia
Dari press conferens kami lalu dibawa ke area kantor posnya bandara, yakni "Tukar Pos Udara". Bapak Rahmat selaku kepala kantor menyambut kami dan langsung menguraikan tentang proses penerimaan dan pengiriman surat dan dokumen dari dan ke luar negeri. 
Dari sini kami beranjak ke area "CARGO". Yakni tempat pengiriman barang dari dan ke luar negeri. Para blogger pun tidak menyia-nyiakan kesempatan bertanya dan menyalurkan rasa ingin tahunya ketika berhadapan dengan kepala pengelola.








Semua pertanyaan rasanya terjawab sudah pasca saya mengunjungi KPPBC di area Cargo Bandara Soetta. Bersyukur saya dapat menghadiri acara yang digelar oleh instansi yang berada di bawah Kementrian Keuangan ini bersama teman-teman Blogger Reporter Indonesia (BRID) sejabodetabek. Kabar miring seputar kinerja birokrasi di dalamnya yang selama ini tersimpan di mindset saya pun berubah seketika.


Sabtu, 10 Mei 2014

Ibu Pengguna Tak Menjamin Anak Jadi Pengguna




Keretakan orangtua
Namanya Windi (bukan nama sebenarnya). Aku mengenalnya sejak kami sama-sama duduk di bangku SMP. Aku suka bergaul dengannya karena dia pintar dan memiliki banyak teman. Sayangnya, dia dari keluarga yang “broken home”. Sifatnya yang periang dan bersahabat dengan banyak orang, berangsung-angsur kian berubah.
Rumahnya sering dijadikan tempat nongkrong anak-anak muda seumuran abangnya yang hanya terpaut setahun dari usiaku dan Windi. Waktu aku tahu dia mengonsumsi pil ektasi, aku putuskan dia untuk tidak lagi menjadi sahabat. Tapi keputusanku ternyata membuatnya sedih. Aku ancam dengan bahasa apapun dia tetap mengonsumsi pil itu. Alhasil, kami tetap bermain dan belajar bersama, meski di sekolah Windi makin sering dipanggil guru BP.
Entah kenapa, persahabatan kami memang tidak pernah bisa dipisahkan. Walaupun Windi seringkali membolos sekolah karena makin sering bangun kesiangan, tetapi nilai-nilai pelajarannya di sekolah tetap bagus. Ini yang membuatku berat melepaskan persahabatan dengannya. Baru ketika kami kelas III. Windi tiba-tiba berhenti sekolah. Dia hamil.  
Ya Tuhan! Sebagai sahabat rasanya aku tak percaya dengan kenyataan yang menimpa sahabat sendiri. Ibuku pun ikut bersedih. Saking sedihnya, aku tidak datang ke pesta pernikahannya dengan laki-laki yang menghamilinya itu. Aku dilematis. Mendadak aku merasa galau yang luar biasa, antara masih ingin melanjutkan persahabatan denganya atau cukup sampai di sini saja?
Selang waktu berjalan, segala kabar tentang Windi dari teman sesama alumni selalu berkesan negatif. Tapi Windi sangat rajin mengirim kabar padaku melalui surat. Bahkan ketika aku lulus SMP, dia memberiku sepasang gelang keramik sebagai tanda persahabatan yang akan mengekalkan kami berdua. Ah, ternyata dia tidak berubah pikiran denganku. Dia tetap menganggapku jadi sahabatnya. Membuatku jadi merasa tidak pantas jika mengabaikannya.
Akhirnya, kami melanjutkan hubungan persahabatan ini melalui surat. Karena dia sudah tinggal jauh bersama anak perempuannya di kota lain. Kabar terakhir yang aku peroleh, dia sudah bercerai dengan laki-laki yang menghamilinya. Orangtuanya pun sudah lama pisah. Ibu kandungnya tinggal jauh di Malaysia. Dan Windi bersama anaknya tinggal berempat dengan ayah kandung dan abangnya. Sungguh kisah yang teramat berat buat aku pahami. Jangankan menghadapi perceraian orangtua. Menyaksikan bapak dan ibu sndiri bertengkar saja sudah serasa kiamat besar bagiku dan adik-adik di rumah.

Bangkit dari keterpurukan
Dasarnya pintar, sahabatku ini tetap melanjutkan pendidikannya di SMK swasta. Berbekal ijazah SMP yang dia ikuti dari program paket B (setara SMP) di kelurahannya, Windi berhasil meraih juara umum di SMK pilihannya itu.
Walaupun perjalanan hidupnya tidak semulus yang lain, aku turut bangga Windi bisa melalui semua cibiran teman-teman di sekolahnya yang baru. Ya, begitulah manusia. Keburukan orang selalu mudah terlihat dan kerap menjadi menu sehari-hari untuk bahan ledekan.
Kini Windi sudah berkeluarga. Sudah bisa bernapas lega melihat kedua buah hatinya tumbuh sukses tanpa narkoba. Hubungannya dengan sang suami pun terhindar dari percekcokkan rumahtangga. Meski selama menjalani bahtera keluarga ia selalu diliputi rasa bersalah dan was-was yang berlebihan, tetapi akal sehatnya menuntunnya hingga ia mampu mengubah hidup seperti yang diinginkannya.
Segala problematika rumahtangga yang pernah menimpa, sedapat mungkin ia hadapi dengan lapang dada. Karena bila ia membuka perdebatan lalu ribut panjang dengan sang suami, tentu anak-anaknya akan mengalami beban kejiwaan yang sama seperti yang dialaminya dulu.

Keluarga harmonis melindungi anak dari ancaman narkoba
Dari keluargalah segala sikap positif dan pola pikir sehat anak akan terbentuk. Keluarga adalah sumber ketenangan batin siapapun dalam menjalani rutinitas sehari-hari. Kebiasaan orangtua yang positif secara tidak langsung akan mengakar dalam pribadi anak untuk diterapkannya sendiri.
Demikian pula target sasaran Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam aksi Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang menetapkan lingkungan keluarga sebagai basis terkuat dalam aksi pencegahan ini. Melalui program dan kegiatan pencegahan akan bahaya narkoba, lingkungan keluarga dipandang lebih efektif dan memberi hasil yang positif, yakni memastikan anak-anak dan pemuda dapat tumbuh tetap sehat dan aman hingga mereka beranjak menjadi remaja dan dewasa.
Sebagaimana yang diterapkan oleh tokoh sahabat di atas. Windi berusaha menciptakan rumahtangga yang harmonis bersama suaminya yang baru. Sehingga memberi pengaruh positif bagi anak-anaknya. Tak terkecuali anak pertama Windi yang diperolehnya dari suami pertama, saat ia ‘kecelakaan’ dulu. Meski selalu mengingatkannya dengan masa lalu yang suram, Windi tak pernah menelantarkannya.

Perempuan adalah sekolah terbaik bagi anak-anaknya
Kisah Windi merupakan gambaran utuh sosok perempuan tangguh yang mampu mengubah dunia gelapnya menjadi cerah seperti yang diidamkannya. Predikat sebagai seorang ibu telah ia pahami melalui kisah-kisah sejati dalam keyakinannya sebagai seorang muslimah.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : يارسول الله من أحق الناس بحسن صحابتي؟ قال : " أمك" قال: ثم من؟ قال: " أمك" قال: ثم من؟ قال: " أمك" ثم من؟ قال: " أبوك ".
Dari Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw, dia berkata, “Ya Rasulullah, siapa orang yang paling berhak mendapat kebaikanku’’ Rasulullah saw menjawab, “Ibumu.’’ Dia bertanya, ‘’Kemudian siapa’’ Rasulullah saw menjawab, ‘’Ibumu.’’ Dia bertanya,’’Kemudian siapa’’ Rasulullah saw menjawab, ‘’Ibumu.’’ Dia bertanya, ‘’Kemudian siapa’’“ Rasulullah saw menjawab, ‘’Kemudian bapakmu.’’ Sebagian ulama berkata, “Hal itu karena ibu memiliki tiga perkara yang sangat mahal yang tidak dimiliki oleh bapak: mengandung, melahirkan dan menyusui.’’

Firman-Nya yang lain juga menyebutkan:
حملته أمه كرها ووضعته كرها ، وحمله وفصاله ثلاثون شهرا
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.’’ (Al-Ahqaf: 15).
Dengan berbekal pemahaman kedua hadits dan qur’an di atas, Windi meyakini peran pentingnya sebagai ibu. Bisa atau tidak, ia harus belajar menjadi ibu yang cerdas, yang mampu mendidik dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar. Melarang suami merokok, mengatur pola hidup dan makan keluarga yang sehat,  mendaftarkan anak-anak ke tempat bimbingan belajar dan penyaluran bakat, sekaligus mengantar jemput anak saat rutin beraktivitas, adalah upaya Windi dalam membentengi anak-anaknya dari ancaman bahaya narkoba.

Pengguna tidak sama dengan pecandu
Dari wacana inilah penulis ingin memaparkan mengenai perbedaan antara pengguna dan pecandu narkoba. Keduanya sangat berbeda pengaruhnya bagi mental dan kejiwaan seseorang.
Untuk pengguna narkoba, ia hanya mengonsumsi jenis psikotropika seperti: amfetamin, shabu, ektasi, BK, rohypnol, dumolid, lexotan, pil koplo dan mogadon. Sifat dari obat-obatan ini hanya sebagai penenang. Namun demikian, penggunaan obat-obatan tersebut secara rutin akan menjadi pintu bagi masuknya jenis narkoba yang lebih membahayakan.
Jenis yang lebih berbahaya tersebut dinamakan jenis narkotika, yakni morfin, heroin (putaw), kokain, mariyuana dan ganja (kanabis). Jenis ini bersifat adiksi atau membuat candu. Sehingga dapat membuat pecandunya ketergantungan dan mengalami over dosis.
Beruntunglah tokoh Windi di atas tidak sampai menjadi pecandu. Dan buru-buru berhenti menggunakan ektasi setelah mengalami jatuh cinta lagi pada sosok lelaki yang kini mnjadi suaminya. Meski pengalaman pahit itu telah menyisakan sisi gelap kehidupannya, namun terselamatkan oleh takdir baiknya sebagai istri dan ibu yang baik bagi anak dan suaminya sekarang.
Bagi mereka yang terlanjur menjadi pecandu pun kini BNN sudah memfasilitasi upaya pemulihan. Lembaga rehabilitasi yang didirikan BNN (baik yang berlokasi di Cawang, Jakarta Timur, maupun yang di Lido, Bandung) telah menyediakan fasilitas pengobatan dan pelayanan gratis bagi para pecandu yang ingin melepas ketergantungannya terhadap narkoba.
            Syaratnya hanya satu. Mereka mau datang secara sukarela ke lokasi rehabilitasi, tanpa kasus penangkapan yang biasanya dilakukan oleh aparat kepolisian saat operasi (razia narkoba). Kedatangan mereka akan disambut oleh petugas Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk diproses sebagai pasien rehabilitasi narkoba. Mengenai teknis rehabilitasi, apakah pasien akan dirawat inap atau rawat jalan, akan ditentukan oleh pihak IPWL setelah pasien melakukan rangkaian pemeriksaan.