Keretakan orangtua
Namanya
Windi (bukan nama sebenarnya). Aku mengenalnya sejak kami sama-sama duduk di
bangku SMP. Aku suka bergaul dengannya karena dia pintar dan memiliki banyak
teman. Sayangnya, dia dari keluarga yang “broken
home”. Sifatnya yang periang dan bersahabat dengan banyak orang,
berangsung-angsur kian berubah.
Rumahnya
sering dijadikan tempat nongkrong anak-anak muda seumuran abangnya yang hanya
terpaut setahun dari usiaku dan Windi. Waktu aku tahu dia mengonsumsi pil
ektasi, aku putuskan dia untuk tidak lagi menjadi sahabat. Tapi keputusanku
ternyata membuatnya sedih. Aku ancam dengan bahasa apapun dia tetap mengonsumsi
pil itu. Alhasil, kami tetap bermain dan belajar bersama, meski di sekolah Windi
makin sering dipanggil guru BP.
Entah
kenapa, persahabatan kami memang tidak pernah bisa dipisahkan. Walaupun Windi
seringkali membolos sekolah karena makin sering bangun kesiangan, tetapi
nilai-nilai pelajarannya di sekolah tetap bagus. Ini yang membuatku berat
melepaskan persahabatan dengannya. Baru ketika kami kelas III. Windi tiba-tiba
berhenti sekolah. Dia hamil.
Ya
Tuhan! Sebagai sahabat rasanya aku tak percaya dengan kenyataan yang menimpa
sahabat sendiri. Ibuku pun ikut bersedih. Saking sedihnya, aku tidak datang ke
pesta pernikahannya dengan laki-laki yang menghamilinya itu. Aku dilematis.
Mendadak aku merasa galau yang luar biasa, antara masih ingin melanjutkan
persahabatan denganya atau cukup sampai di sini saja?
Selang
waktu berjalan, segala kabar tentang Windi dari teman sesama alumni selalu
berkesan negatif. Tapi Windi sangat rajin mengirim kabar padaku melalui surat.
Bahkan ketika aku lulus SMP, dia memberiku sepasang gelang keramik sebagai
tanda persahabatan yang akan mengekalkan kami berdua. Ah, ternyata dia tidak
berubah pikiran denganku. Dia tetap menganggapku jadi sahabatnya. Membuatku
jadi merasa tidak pantas jika mengabaikannya.
Akhirnya,
kami melanjutkan hubungan persahabatan ini melalui surat. Karena dia sudah
tinggal jauh bersama anak perempuannya di kota lain. Kabar terakhir yang aku
peroleh, dia sudah bercerai dengan laki-laki yang menghamilinya. Orangtuanya
pun sudah lama pisah. Ibu kandungnya tinggal jauh di Malaysia. Dan Windi
bersama anaknya tinggal berempat dengan ayah kandung dan abangnya. Sungguh
kisah yang teramat berat buat aku pahami. Jangankan menghadapi perceraian
orangtua. Menyaksikan bapak dan ibu sndiri bertengkar saja sudah serasa kiamat
besar bagiku dan adik-adik di rumah.
Bangkit dari
keterpurukan
Dasarnya
pintar, sahabatku ini tetap melanjutkan pendidikannya di SMK swasta. Berbekal
ijazah SMP yang dia ikuti dari program paket B (setara SMP) di kelurahannya,
Windi berhasil meraih juara umum di SMK pilihannya itu.
Walaupun
perjalanan hidupnya tidak semulus yang lain, aku turut bangga Windi bisa
melalui semua cibiran teman-teman di sekolahnya yang baru. Ya, begitulah
manusia. Keburukan orang selalu mudah terlihat dan kerap menjadi menu
sehari-hari untuk bahan ledekan.
Kini
Windi sudah berkeluarga. Sudah bisa bernapas lega melihat kedua buah hatinya
tumbuh sukses tanpa narkoba. Hubungannya dengan sang suami pun terhindar dari
percekcokkan rumahtangga. Meski selama menjalani bahtera keluarga ia selalu
diliputi rasa bersalah dan was-was yang berlebihan, tetapi akal sehatnya menuntunnya
hingga ia mampu mengubah hidup seperti yang diinginkannya.
Segala
problematika rumahtangga yang pernah menimpa, sedapat mungkin ia hadapi dengan
lapang dada. Karena bila ia membuka perdebatan lalu ribut panjang dengan sang
suami, tentu anak-anaknya akan mengalami beban kejiwaan yang sama seperti yang
dialaminya dulu.
Keluarga
harmonis melindungi anak dari ancaman narkoba
Dari
keluargalah segala sikap positif dan pola pikir sehat anak akan terbentuk. Keluarga
adalah sumber ketenangan batin siapapun dalam menjalani rutinitas sehari-hari. Kebiasaan
orangtua yang positif secara tidak langsung akan mengakar dalam pribadi anak
untuk diterapkannya sendiri.
Demikian
pula target sasaran Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam aksi Pencegahan,
Pemberantasan, Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang menetapkan
lingkungan keluarga sebagai basis terkuat dalam aksi pencegahan ini. Melalui program
dan kegiatan pencegahan akan bahaya narkoba, lingkungan keluarga dipandang lebih
efektif dan memberi hasil yang positif, yakni memastikan anak-anak dan pemuda
dapat tumbuh tetap sehat dan aman hingga mereka beranjak menjadi remaja dan
dewasa.
Sebagaimana
yang diterapkan oleh tokoh sahabat di atas. Windi berusaha menciptakan
rumahtangga yang harmonis bersama suaminya yang baru. Sehingga memberi pengaruh
positif bagi anak-anaknya. Tak terkecuali anak pertama Windi yang diperolehnya
dari suami pertama, saat ia ‘kecelakaan’ dulu. Meski selalu mengingatkannya
dengan masa lalu yang suram, Windi tak pernah menelantarkannya.
Perempuan adalah
sekolah terbaik bagi anak-anaknya
Kisah
Windi merupakan gambaran utuh sosok perempuan tangguh yang mampu mengubah dunia
gelapnya menjadi cerah seperti yang diidamkannya. Predikat sebagai seorang ibu
telah ia pahami melalui kisah-kisah sejati dalam keyakinannya sebagai seorang
muslimah.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : يارسول الله من أحق الناس بحسن صحابتي؟ قال : " أمك" قال: ثم من؟ قال: " أمك" قال: ثم من؟ قال: " أمك" ثم من؟ قال: " أبوك ".
Dari Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
saw, dia berkata, “Ya Rasulullah, siapa orang yang paling berhak mendapat
kebaikanku’’ Rasulullah saw menjawab, “Ibumu.’’ Dia bertanya, ‘’Kemudian
siapa’’ Rasulullah saw menjawab, ‘’Ibumu.’’ Dia bertanya,’’Kemudian siapa’’
Rasulullah saw menjawab, ‘’Ibumu.’’ Dia bertanya, ‘’Kemudian siapa’’“
Rasulullah saw menjawab, ‘’Kemudian bapakmu.’’ Sebagian ulama berkata, “Hal itu
karena ibu memiliki tiga perkara yang sangat mahal yang tidak dimiliki oleh
bapak: mengandung, melahirkan dan menyusui.’’
Firman-Nya yang lain
juga menyebutkan:
حملته أمه
كرها ووضعته كرها ،
وحمله وفصاله ثلاثون شهرا
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah
payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.’’
(Al-Ahqaf: 15).
Dengan berbekal pemahaman kedua hadits dan qur’an di
atas, Windi meyakini peran pentingnya sebagai ibu. Bisa atau tidak, ia harus belajar menjadi ibu yang cerdas, yang mampu mendidik dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar. Melarang suami merokok,
mengatur pola hidup dan makan keluarga yang sehat, mendaftarkan anak-anak ke tempat bimbingan
belajar dan penyaluran bakat, sekaligus mengantar jemput anak saat rutin
beraktivitas, adalah upaya Windi dalam membentengi anak-anaknya dari ancaman
bahaya narkoba.
Pengguna tidak sama
dengan pecandu
Dari
wacana inilah penulis ingin memaparkan mengenai perbedaan antara pengguna dan
pecandu narkoba. Keduanya sangat berbeda pengaruhnya bagi mental dan kejiwaan
seseorang.
Untuk
pengguna narkoba, ia hanya mengonsumsi jenis psikotropika seperti: amfetamin,
shabu, ektasi, BK, rohypnol, dumolid, lexotan, pil koplo dan mogadon. Sifat
dari obat-obatan ini hanya sebagai penenang. Namun demikian, penggunaan
obat-obatan tersebut secara rutin akan menjadi pintu bagi masuknya jenis
narkoba yang lebih membahayakan.
Jenis
yang lebih berbahaya tersebut dinamakan jenis narkotika, yakni morfin, heroin
(putaw), kokain, mariyuana dan ganja (kanabis). Jenis ini bersifat adiksi atau
membuat candu. Sehingga dapat membuat pecandunya ketergantungan dan mengalami
over dosis.
Beruntunglah
tokoh Windi di atas tidak sampai menjadi pecandu. Dan buru-buru berhenti
menggunakan ektasi setelah mengalami jatuh cinta lagi pada sosok lelaki yang kini mnjadi suaminya. Meski
pengalaman pahit itu telah menyisakan sisi gelap kehidupannya, namun
terselamatkan oleh takdir baiknya sebagai istri dan ibu yang baik bagi anak dan
suaminya sekarang.
Bagi
mereka yang terlanjur menjadi pecandu pun kini BNN sudah memfasilitasi upaya
pemulihan. Lembaga rehabilitasi yang didirikan BNN (baik yang berlokasi di
Cawang, Jakarta Timur, maupun yang di Lido, Bandung) telah menyediakan
fasilitas pengobatan dan pelayanan gratis bagi para pecandu yang ingin melepas
ketergantungannya terhadap narkoba.
Syaratnya hanya satu. Mereka mau datang secara sukarela
ke lokasi rehabilitasi, tanpa kasus penangkapan yang biasanya dilakukan oleh
aparat kepolisian saat operasi (razia narkoba). Kedatangan mereka akan disambut
oleh petugas Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk diproses sebagai pasien
rehabilitasi narkoba. Mengenai teknis rehabilitasi, apakah pasien akan dirawat
inap atau rawat jalan, akan ditentukan oleh pihak IPWL setelah pasien melakukan
rangkaian pemeriksaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar