Sabtu, 10 Mei 2014

Ibu Pengguna Tak Menjamin Anak Jadi Pengguna




Keretakan orangtua
Namanya Windi (bukan nama sebenarnya). Aku mengenalnya sejak kami sama-sama duduk di bangku SMP. Aku suka bergaul dengannya karena dia pintar dan memiliki banyak teman. Sayangnya, dia dari keluarga yang “broken home”. Sifatnya yang periang dan bersahabat dengan banyak orang, berangsung-angsur kian berubah.
Rumahnya sering dijadikan tempat nongkrong anak-anak muda seumuran abangnya yang hanya terpaut setahun dari usiaku dan Windi. Waktu aku tahu dia mengonsumsi pil ektasi, aku putuskan dia untuk tidak lagi menjadi sahabat. Tapi keputusanku ternyata membuatnya sedih. Aku ancam dengan bahasa apapun dia tetap mengonsumsi pil itu. Alhasil, kami tetap bermain dan belajar bersama, meski di sekolah Windi makin sering dipanggil guru BP.
Entah kenapa, persahabatan kami memang tidak pernah bisa dipisahkan. Walaupun Windi seringkali membolos sekolah karena makin sering bangun kesiangan, tetapi nilai-nilai pelajarannya di sekolah tetap bagus. Ini yang membuatku berat melepaskan persahabatan dengannya. Baru ketika kami kelas III. Windi tiba-tiba berhenti sekolah. Dia hamil.  
Ya Tuhan! Sebagai sahabat rasanya aku tak percaya dengan kenyataan yang menimpa sahabat sendiri. Ibuku pun ikut bersedih. Saking sedihnya, aku tidak datang ke pesta pernikahannya dengan laki-laki yang menghamilinya itu. Aku dilematis. Mendadak aku merasa galau yang luar biasa, antara masih ingin melanjutkan persahabatan denganya atau cukup sampai di sini saja?
Selang waktu berjalan, segala kabar tentang Windi dari teman sesama alumni selalu berkesan negatif. Tapi Windi sangat rajin mengirim kabar padaku melalui surat. Bahkan ketika aku lulus SMP, dia memberiku sepasang gelang keramik sebagai tanda persahabatan yang akan mengekalkan kami berdua. Ah, ternyata dia tidak berubah pikiran denganku. Dia tetap menganggapku jadi sahabatnya. Membuatku jadi merasa tidak pantas jika mengabaikannya.
Akhirnya, kami melanjutkan hubungan persahabatan ini melalui surat. Karena dia sudah tinggal jauh bersama anak perempuannya di kota lain. Kabar terakhir yang aku peroleh, dia sudah bercerai dengan laki-laki yang menghamilinya. Orangtuanya pun sudah lama pisah. Ibu kandungnya tinggal jauh di Malaysia. Dan Windi bersama anaknya tinggal berempat dengan ayah kandung dan abangnya. Sungguh kisah yang teramat berat buat aku pahami. Jangankan menghadapi perceraian orangtua. Menyaksikan bapak dan ibu sndiri bertengkar saja sudah serasa kiamat besar bagiku dan adik-adik di rumah.

Bangkit dari keterpurukan
Dasarnya pintar, sahabatku ini tetap melanjutkan pendidikannya di SMK swasta. Berbekal ijazah SMP yang dia ikuti dari program paket B (setara SMP) di kelurahannya, Windi berhasil meraih juara umum di SMK pilihannya itu.
Walaupun perjalanan hidupnya tidak semulus yang lain, aku turut bangga Windi bisa melalui semua cibiran teman-teman di sekolahnya yang baru. Ya, begitulah manusia. Keburukan orang selalu mudah terlihat dan kerap menjadi menu sehari-hari untuk bahan ledekan.
Kini Windi sudah berkeluarga. Sudah bisa bernapas lega melihat kedua buah hatinya tumbuh sukses tanpa narkoba. Hubungannya dengan sang suami pun terhindar dari percekcokkan rumahtangga. Meski selama menjalani bahtera keluarga ia selalu diliputi rasa bersalah dan was-was yang berlebihan, tetapi akal sehatnya menuntunnya hingga ia mampu mengubah hidup seperti yang diinginkannya.
Segala problematika rumahtangga yang pernah menimpa, sedapat mungkin ia hadapi dengan lapang dada. Karena bila ia membuka perdebatan lalu ribut panjang dengan sang suami, tentu anak-anaknya akan mengalami beban kejiwaan yang sama seperti yang dialaminya dulu.

Keluarga harmonis melindungi anak dari ancaman narkoba
Dari keluargalah segala sikap positif dan pola pikir sehat anak akan terbentuk. Keluarga adalah sumber ketenangan batin siapapun dalam menjalani rutinitas sehari-hari. Kebiasaan orangtua yang positif secara tidak langsung akan mengakar dalam pribadi anak untuk diterapkannya sendiri.
Demikian pula target sasaran Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam aksi Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) yang menetapkan lingkungan keluarga sebagai basis terkuat dalam aksi pencegahan ini. Melalui program dan kegiatan pencegahan akan bahaya narkoba, lingkungan keluarga dipandang lebih efektif dan memberi hasil yang positif, yakni memastikan anak-anak dan pemuda dapat tumbuh tetap sehat dan aman hingga mereka beranjak menjadi remaja dan dewasa.
Sebagaimana yang diterapkan oleh tokoh sahabat di atas. Windi berusaha menciptakan rumahtangga yang harmonis bersama suaminya yang baru. Sehingga memberi pengaruh positif bagi anak-anaknya. Tak terkecuali anak pertama Windi yang diperolehnya dari suami pertama, saat ia ‘kecelakaan’ dulu. Meski selalu mengingatkannya dengan masa lalu yang suram, Windi tak pernah menelantarkannya.

Perempuan adalah sekolah terbaik bagi anak-anaknya
Kisah Windi merupakan gambaran utuh sosok perempuan tangguh yang mampu mengubah dunia gelapnya menjadi cerah seperti yang diidamkannya. Predikat sebagai seorang ibu telah ia pahami melalui kisah-kisah sejati dalam keyakinannya sebagai seorang muslimah.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : يارسول الله من أحق الناس بحسن صحابتي؟ قال : " أمك" قال: ثم من؟ قال: " أمك" قال: ثم من؟ قال: " أمك" ثم من؟ قال: " أبوك ".
Dari Abu Hurairah berkata, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw, dia berkata, “Ya Rasulullah, siapa orang yang paling berhak mendapat kebaikanku’’ Rasulullah saw menjawab, “Ibumu.’’ Dia bertanya, ‘’Kemudian siapa’’ Rasulullah saw menjawab, ‘’Ibumu.’’ Dia bertanya,’’Kemudian siapa’’ Rasulullah saw menjawab, ‘’Ibumu.’’ Dia bertanya, ‘’Kemudian siapa’’“ Rasulullah saw menjawab, ‘’Kemudian bapakmu.’’ Sebagian ulama berkata, “Hal itu karena ibu memiliki tiga perkara yang sangat mahal yang tidak dimiliki oleh bapak: mengandung, melahirkan dan menyusui.’’

Firman-Nya yang lain juga menyebutkan:
حملته أمه كرها ووضعته كرها ، وحمله وفصاله ثلاثون شهرا
“Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.’’ (Al-Ahqaf: 15).
Dengan berbekal pemahaman kedua hadits dan qur’an di atas, Windi meyakini peran pentingnya sebagai ibu. Bisa atau tidak, ia harus belajar menjadi ibu yang cerdas, yang mampu mendidik dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar. Melarang suami merokok, mengatur pola hidup dan makan keluarga yang sehat,  mendaftarkan anak-anak ke tempat bimbingan belajar dan penyaluran bakat, sekaligus mengantar jemput anak saat rutin beraktivitas, adalah upaya Windi dalam membentengi anak-anaknya dari ancaman bahaya narkoba.

Pengguna tidak sama dengan pecandu
Dari wacana inilah penulis ingin memaparkan mengenai perbedaan antara pengguna dan pecandu narkoba. Keduanya sangat berbeda pengaruhnya bagi mental dan kejiwaan seseorang.
Untuk pengguna narkoba, ia hanya mengonsumsi jenis psikotropika seperti: amfetamin, shabu, ektasi, BK, rohypnol, dumolid, lexotan, pil koplo dan mogadon. Sifat dari obat-obatan ini hanya sebagai penenang. Namun demikian, penggunaan obat-obatan tersebut secara rutin akan menjadi pintu bagi masuknya jenis narkoba yang lebih membahayakan.
Jenis yang lebih berbahaya tersebut dinamakan jenis narkotika, yakni morfin, heroin (putaw), kokain, mariyuana dan ganja (kanabis). Jenis ini bersifat adiksi atau membuat candu. Sehingga dapat membuat pecandunya ketergantungan dan mengalami over dosis.
Beruntunglah tokoh Windi di atas tidak sampai menjadi pecandu. Dan buru-buru berhenti menggunakan ektasi setelah mengalami jatuh cinta lagi pada sosok lelaki yang kini mnjadi suaminya. Meski pengalaman pahit itu telah menyisakan sisi gelap kehidupannya, namun terselamatkan oleh takdir baiknya sebagai istri dan ibu yang baik bagi anak dan suaminya sekarang.
Bagi mereka yang terlanjur menjadi pecandu pun kini BNN sudah memfasilitasi upaya pemulihan. Lembaga rehabilitasi yang didirikan BNN (baik yang berlokasi di Cawang, Jakarta Timur, maupun yang di Lido, Bandung) telah menyediakan fasilitas pengobatan dan pelayanan gratis bagi para pecandu yang ingin melepas ketergantungannya terhadap narkoba.
            Syaratnya hanya satu. Mereka mau datang secara sukarela ke lokasi rehabilitasi, tanpa kasus penangkapan yang biasanya dilakukan oleh aparat kepolisian saat operasi (razia narkoba). Kedatangan mereka akan disambut oleh petugas Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk diproses sebagai pasien rehabilitasi narkoba. Mengenai teknis rehabilitasi, apakah pasien akan dirawat inap atau rawat jalan, akan ditentukan oleh pihak IPWL setelah pasien melakukan rangkaian pemeriksaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar