Minggu, 09 Januari 2011

Ibuku adalah.. {cermin jiwa, pengasah nurani, dan penyempurna episode kehidupanku}

Banyak hikmah terukir dari sosok yang berhasil melahirkanku sebagai anak pertama ini. Saat usiaku 6 tahun hampir tak ada belaian darinya, karna Ibu sibuk dengan urusan rumah tangga tanpa pembantu dan dua adik yang masih kecil-kecil. Bapaklah yang lebih dekat denganku, sampai-sampai kalau aku dipaksa tidur siang oleh Ibu, aku selalu menangis hingga bantal dan guling basah dengan air mata, mengadu pada Bapak yang fotonya terpajang dekat tempat tidurku. Lucunya, kejadian itu terus berulang-ulang dengan tangisan yang lebih mirip seperti puisi cengeng buat Bapakku. Begini bunyinya: Huu… Bapaak… Ibu nakal tuh.. orang aku nggak mau bobo siaang.. eh.. dipaksaa.. Huu… Bapaak.. cepet pulang dong… Huu.. nggak enak sama Ibuu… orang aku mau main… kan siang ini ada lomba bekel, congklak sama lompat karet… aku mau ikutan pak… tapi sama Ibu disuruh booboo… Hehee.. tapi selanjutnya aku mendapat hikmah dari kesedihan itu. Anak-anak lain yang tidak istirahat siang jadi rentan dengan penyakit. Pada hari Minggu pagi hingga siang akhirnya aku selalu bisa mengikuti lomba anak-anak itu. Duh, senangnya aku tetap bisa berpartisipasi. Hahaa..

Saat usia SD selama enam tahun aku tetap tumbuh mandiri dalam berbagai hal. Belajar, bebenah kamar, menjaga adik, semuanya hikmah dari sikap Ibu yang kurasa lebih hangat terhadap adik-adikku. Lama-lama aku terbiasa, toh aku masih dibuatkan baju baru, masih dibelikan pita rambut yang menambah penampilanku setiap hari juga cantik.. (ehemm.. narsisnya kumat), juga hidangan lezat di meja makan yang kubutuhkan untuk masa-masa pertumbuhanku. Makasih Bu! Nyam..nyaaaaamm..

Nah.. tiba masa usiaku saat SMP dan SMA. Waktu SMP aku mulai merasakan perhatian Ibu yang teramat sangat. Hm.. kata Ibu di usia ini aku sudah menjadi anak gadisnya yang punya kewajiban menjaga nama baik keluarga. Tapi ya, tetap dengan cara Ibu yang selalu berhikmah buatku. “Bismillaah dulu Ndhuk.. kamu naik Vespa kan nggak tau di jalan nanti businya ngadat apa enggak..”  Hihiii, Vespa Bapak memang selalu kupakai buat jalan-jalan main ke rumah teman-teman SMP. Businya sering ngadat, dan mengundang perhatian laki-laki dewasa di jalan. Alih-alih ingin menolong agar sang Vespa bisa melaju lagi, tapi Vespaku memberi tanda butuh penanganan Bapak secepatnya, maka merekalah yang menuntunnya sampai rumah. Sampai di rumah tak lupa kuucap terimakasih atas pertolongan mereka, didampingi Ibu yang mengambil posisi sebagai juru bicaraku. Loh! Kelihatannya koq Ibu yang senang sih, ngobrol ketawa ketiwi, pakai acara ngemil pula. Hihii.. Ibuku memang lumayan gaul deh. Makasih Bu, sudah temani aku beramah tamah dengan mereka.  

Saat aku SMA, jarak memisahkan kami. Aku harus tinggal dengan PakDe karena tergiur masuk sekolah yang menurut PakDe itu bagus buatku. Nggeh sampuun… aku manut saja, wong aku anak baik koq, hehee. Perpisahan jarak aku dan Ibu justru  makin mengikat sugesti diantara kami. Di pertengahan malam saat kami tahajud, Allah menyatukan do’a-do’aku dan Ibu. Kami hanya ingin diberi keberkahan oleh Allah, dari nafkah yang Bapak hasilkan di ladang rezekinya. Ah… indahnya. Sabtu dan Minggu menjadi hari-hari kami melepas rindu. Memadu kisah, mencurahkan isi hati.. tentang teman-teman yang mewarnai hari-hari remajaku di SMA.. juga ceritaku tentang cinta pertama yang membuat pendar di mata Ibuku berbinar membiru. “Oh.. anak gadisku sudah dewasa” lirihnya pelan. “Jaga diri baik-baik ya Ndhuk.. Ibu Cuma bisa jaga kamu dari jauh.. lewat do’a,  lewat Allah dan MalaikatNya..” Ah! Harunya. Makasih ya Bu! *duh, air mataku ngalir nih!*

Hingga waktu menggulirkanku pada usia berumah tangga, Ibu masih banyak memberi hikmah yang patut kuteladani. Membuat gaun pengantinku, merawatku pasca melahirkan, sampai menemani perjalanan biduk rumah tanggaku selama 10 tahun ini. Ibu selalu tidak setuju tentang  hal-hal yang membuatku bersedih dengan permasalahan rumah tangga. Pesannya bertahun-tahun selalu sama. Banyaklah berdo’a dan mengamalkan ibadah sunah, mohon petunjuk Allah untuk semua permasalahan yang kuhadapi. Begitulah Ibu mendewasakan sikapku. Setiap kata-katanya selalu kukemas menjadi untaian do'a yang terlafaz dari bibir bijaknya dan selalu menyempurnakan setiap episode hidupku. Berproses di pentas kehidupan, hingga mengkristalkan sebuah nilai luhur dalam nuraniku saat ini.  Tak sedikit teman yang sudah lama mengenalku selalu menangkap satu sinyal luhur itu dan izinkan aku tuk menyebutnya dengan kata yang begitu sarat dengan makna. "SABAR". Ya! Betapa Ibu telah menjadi cermin jiwa, pengasah nurani dan penyempurna hidupku di setiap episode. Untuk kesekian kalinya aku harus berterimakasih pada Ibu. Sepanjang apapun tulisanku tak kan mampu menampung kisahku tentangnya. Kini saatnya aku berdo’a untuk Ibu. Do’a yang sangat istimewa di hari perenungan atas jasa-jasanya selama ini, semoga Ibu sehat selalu dan panjang usia, serta makin berhikmah dalam setiap sikap bijaknya menapaki hidup ini. Bu.. Aku cinta Ibu.. Sangatt!! Peluk cintaku paling erat, tak akan kulepas hingga akhir hayat. Bu.. janji ya! Kita curhat terus sampai di SurgaNYA nanti.

                                                                                                                                                 

Cijantung, 22 Desember 2010                                      
*Teristimewa buat Ibuku
di Hari Ibu yang istimewa*


Diikutkan dalam "Ibu Adalah..."
Grup untuk Sahabat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar